Pelan-pelan pesawat
yang membawaku dan keenam temanku dari Sentani menuju ke Kiwirok turun dan
mendarat dengan selamat. Ketika pesawat sampai, aku melihat pemandangan yang
sangat menakjubkan. Pemandangan yang tak pernah aku bayangkan selama ini.
Daerah yang di kelilingi gunung dan hijau pohon . Pemandangan yang sangat
menyejukkan mata.
Ketika mesin pesawat
telah dimatikan, secara otomatis warga datang mengerumuni pesawat yang aku
tumpangi. Terbesit sedikit ketakutan ketika melihat mereka, karena perawakan
mereka yang sangat berbeda dengan orang-orang yang aku temui selama ini. Mereka
memiliki perawakan tinggi, besar, kulit hitam, dan rambut kriting. Ternyata
dugaanku salah, ketika aku memulai membuka pintu pesawat, dengan ramah warga
menyambut kedatanganku. Mereka membantu membawakan barang bawaanku. Mereka menyalamiku
dan mengajakku berbincang.
Setelah perkenalan
singkat itu, aku dan keenam temanku diantar menuju rumah yang akan kami
tinggali selama mengabdi di Kiwirok. Aku kira, rumah kami dekat dengan landasan
yang mana mempunyai permukaan datar, jadi kami tak perlu susah payah naik-turun
bukit. Ternyata untuk kesekian dugaanku salah. Rumah yang akan kami tempati
berada diatas bukit. Dengan susah payah aku menaiki bukit tersebut untuk dapat
sampai di rumah. Beberapa hari, tidak ada penerangan sama sekali. Satu-satunya
sumber tenaga listrik yang ada rusak diterjang banjir. Penerangan di Kiwirok
menggunakan tenaga air.
Hari berganti, aku dan
keenam temanku memulai aktivitas yang menjadi kewajiban kami. Kami mengabdi di
SD, SMP, dan SMA yang terdapat di distrik Kiwirok, yaitu SD Negeri 1 Polobakon,
SMP Negeri 1 Kiwirok, dan SMA Negeri 1 Kiwirok. Awal memulai mengajar, kami
sedikit mengalami kesulitan. Contoh kesulitan yang kami hadapi yaitu banyaknya
siswa yang kurang bahkan tidak bisa membaca. Jadi kami mengajari mereka
membaca. Padahal siswa yang aku ajar yaitu siswa SMP dan SMA. Semua itu terjadi
karena sangat terbatasnya guru dan sumber belajar yang tersedia. Guru memang
ada didaftar formatif. Tapi untuk kehadirannya sangat minim. Didaftar terdapat
sekitar 15-20guru. Tetapi pada kenyataannya guru yang hadir hanya 2 atau 3
orang saja. Bertahun-tahun guru tersebut meninggalkan kewajibannya dengan
alasan mereka tidak betah tinggal di pedalaman, semuanya serba sangat terbatas,
dan masih banyak lagi alasannya.
Walaupun didalam serba
kerterbatasan, tidak mengurangi semangat siswa untuk tetap belajar. Sebagian
siswa harus rela berangkat pukul 03.00 WIT ke sekolah. Semua mereka lakukan
agar tidak terlambat sampai sekolah.
Tetapi sayang, semua ini tidak dibarengi semangat guru untuk mengajar mereka.
Ketika di sana, aku
mengajar pelajaran Bahasa Indonesia dari kelas VII-XII. Bersyukur mereka dapat
mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia dengan lumayan baik. Bahkan untuk
pembelajaran sastra pun mereka sangat tertarik dan menyukainya. Misalnya
pembelajaran puisi, mereka aku minta untuk keluar kelas dan mengungkapkan
keindahan-keindahan yang ada di sekitar. Keindahan Kiwirok yang amat
menakjubkan. walaupun di tempat yang serba terbatas, tidak mengurangi kreatifitas mereka untuk menghasilkan puisi yang inda
Sungguh....bersyukur dapat mengabdi di tempat yang luar biasa. Tempat yang indah penuh keajaiban. Surga kecil yang benar-benar turun ke Bumi. Itulah Papua.....
semoga TUHAN YESUS MEMBERKATI atas semua materi yang engkau berikan kepada teman2 saya
BalasHapussemoga TUHAN YESUS MEMBERKATI atas semua materi yang engkau berikan kepada teman2 saya di kabupaten gunung bintang
BalasHapus