Sastra
di Ujung Negeri
Oleh:
Muhammad Reda Hilmi
Distrik Okbibab, Kab.Pegunungan Bintang, Papua. Yaa
di sana saya selama setahun mengabdikan diri saya untuk pendidikan khususnya
sebagai pengajar bahasa Indonesia. Ada beberapa hambatan saat mengajar sastra
di pedalaman:
Hal yang saya rasakan saat mengajar sastra di
pedalaman Papua:
1. Siswa sulit
memahami bahasa Indonesia di pedalaman
Jangankan
menggunakan bahasa tulis yang sesuai EYD. Berbicara sesuai bahasa Indonesia
yang benar saja sulit. Faktor itu yang menghambat pemahaman tentang
pembelajaran sastra disana.
2. Kurangnya
karya sastra dari timur
Contoh
karya sastra dari timur tidak banyak yang di cetak di buku pelajaran. Padahal siswa
akan lebih paham jika menggunakan bahan ajar karya sastra yang asli dari papua.
3. Kurangnya
tokoh yang terkenal dari timur
Pernah
siswa bertanya pada saya, “Pak guru siapa tokoh sastra yang dari Papua?” karena
hampir disetiap buku pelajaran yang dicantumkan adalah sastrawan asal jawa atau
sumatra.
4. Apresiasi
sastra yang kurang
Minat
tentang sastra di daerah pegunungan bintang kurang ada. Mungkin karena kegiatan
di sana di dominasi kewa-kewa (joget sampai pagi). Setiap ada pesta/ acara
kegiatan kewa-kewa tersebut dilaksanakan. Hampir setiap minggu. Di sana tidak
ada acara selain kewa-kewa yang di dominasi dan tari adat.
5. Fasilitas
kurang memadai
Karena letak yang geografis yang terletak
dipegunungan dan ditengah hutan maka wajar jika listrik masih terbatas. Syukur kalau
ada listrik, apalagi sinyal telfon tidak ada. Jalan raya, motor, mobil tidak ada
tapi yang ada hanya jalan kaki maka wajar bila hal tersebut menjadi salah satu
hambatan saat mengajar sastra.
6. Harga
barang serba mahal
Harga
peralatan tulis sangat mahal jauh berbeda dengan Jawa. Bisa makan saja
masyarakat di sana sudah bersukur. Harga barang bisa berkali-kali lipat bisa
3-10 kali dari pulau Jawa.
0 Response to "Sastra di Ujung Negeri"
Posting Komentar